Selasa, 17 Februari 2015

PEWARIS PERADABAN

Saat itu ba'da Magribh. Saya bersama dua orang teman sedang asik bercakap-cakap ria di kosan kami yang sederhana. Banyak hal yang menjadi bahan diskusi kami. Sentilan sentilun dan joke joke ala anak kos, harga warteg yang makin hari makin mahal, atau telling story tentang kondisi kuliah masing-masing, dan banyak lagi. Di petang hari seperti ini sudah menjadi aktifitas wajib untuk kami mengadakan forum lesehan, sekalipun tak ada peraturan tertulis maupun tersirat tentang forum lesehan ini.

Petang itu sekitar pukul 18.30, entah mengapa diskusi kami tiba-tiba mengarah pada satu topik yang begitu interest, sampai-sampai harus menguras rasa skeptis kami masing-masing.

TEMAN A : Saya pikir membangun pusat perbelanjaan di tempat seperti itu tidak efektif. Jalan disana itu mengarah ke dua pasar tradisional, jadi bisa-bisa mematikan ekonomi pasar tradisional

TEMAN B : Tidak usah terlalu dirisaukan, untuk itulah kita kuliah disini bukan ? hahah kalau kalian sudah pada sukses besok lusa, adalah tanggung jawab kalian masing-masing membangun daerah itu. saya kira jelas. Untuk saat ini kita hanya bisa membangun opini.

TEMAN A : Ya betul. Mindset kita disini anak-anak cerdas sultraku mungkin jauh berbeda dengan yang kuliah ditempat lain. Hanya saja, yang jadi masalah, seperti apa kondisi Indonesia nanti ?

TEMAN B : Kondisi apa ?

TEMAN A : Ya kondisinya nanti. Saat kita telah menerima surat terima warisan dari generasi-generasi yang ada saat ini, saat tonggak estafet kepemimpinan bangsa ini sudah berpindah ke tangan kita, model dan rupa Indonesia saat itu akan seperti apa ? apakah baik ? ya sukur kalau baik ! tapi kalau sebaliknya ?

TEMAN B : Kalau sebaliknya ya sudah tugas kita memperbaiki apa yang jelek to ya.

TEMAN A : Bukan  itu maksudku. Coba bayangkan, kalau misalnya kita mewarisi kondisi bangsa yang kacau balau. Kondisi ekonomi yang miris, infrastuktur, kemiskinan, budaya KKN, atau lebih jauh lagi, akhlak dan moral masyarakatnya yang memperihatinkan, apakah kita harus menghabiskan sisa umur kita untuk memperbaiki itu semua ? mengobati penyakit yang diturunkan dari generasi sebelum kita ? angka harapan hidup manusia Indonesia sekarang adalah 72 tahun. Pertanyaannya, apakah dengan umur yang terbatas seperti itu kita bisa mengobati semua penyakit-penyakit tadi ? yang ada bisa-bisa penyakit itu akan kita turunkan ke generasi berikutnya. Dimana tanggung jawab kita ? semua yang ada saat ini adalah titipan anak cucu kita, lantas kalau titipan itu tidak bisa kita jaga ? yang ada kita bukannya sibuk membangun tapi sibuk memperbaiki. Lalu kapan kita mau maju ?

TEMAN B : Ya mungkin kekhawatiran itu juga dirasakan teman-teman yang lain, teman-teman yang berpikir. Saya juga khawatir dengan  hal itu.

SAYA : Hey hey dengar. Saya tidak tahu bagaimana dengan kalian. Saya yakin setiap dari kalian punya pemikiran dan rencana-rencana brilian untuk hidup kalian dan untuk bangsa ini nanti by your own way. Ya mungkin benar kekhawatiran itu juga mengganggu tiap-tiap dari kita. Untuk saat ini, kita hanya bisa beropini, itu benar, kita berkuliah menuntut ilmu, menjadikan diri sebaik-baiknya pribadi, itu benar, dan semua itu untuk nanti, untuk suatu waktu dimasa depan nanti. You know what kawan-kawan, jangankan apa yang kalian katakan tadi, kemiskinan, KKN, atau kurangnya Infrastruktur, itu semua terlalu komplex, coba renungi dari hal-hal yang simple. Sebut saja kebiasaan buang sampah ? atau tunggu, apa pernah kalian melihat telfon umum yang kalau disimpan di ruang publik dapat bertahan lama ?

TEMAN A & B : Yaa yaa betul

TEMAN B : Atau halte buss ? atau lampu mercury ? hahaha

SAYA :  Ya itu yang saya maksud. Semua hal besar itu berawal dari hal kecil. Kalau hal-hal sekecil itu saja tidak bisa kita jaga, apalagi hal-hal yang lebih kompleks. Miris sekali kita saksikan, telfon umum yang disediakan di pinggir jalan sana, dirusak ! atau halte buss depan sekolahan sana, dicoret-coreti, dikotor-kotori. Adapun ruang publik, sebut saja kota mara sana, sekarang jadi apa ? jadi pusat maksiat, tempat balap liar, tempat orang pacaran, tempat orang saling memalak.Nah, bagaimana kita mau membangun hal-hal yang sifatnya lebih komplex kalau yang seperti itu saja tidak bisa kita jaga ?

TEMAN A : Dan yang menjadi masalah lagi, pemerintah kita tidak pernah menyadari hal-hal kecil seperti itu.

TEMAN B : Yang lebih miris lagi, kebanyakan dari generasi muda sekarang yang menjadi pelaku. Padahal penting untuk menanamkan budaya teratur seperti itu bukan?

SAYA : Yaa.. Disinilah peran kita sekarang. Daripada sibuk mengkritik atau mengeluh tentang carut marutnya bangsa ini, lebih baik kita sibuk belajar, sibuk membangun bangsa lewat budaya-budaya yang seharusnya kita tanamkan kepada diri kita dan generasi kita sekarang dan yang akan datang.

TEMAN B : hmm. Adapun kelak dikemudian hari, kita menghadapi tantangan dalam upaya kita membangun bangsa ini, saya kira itu adalah tanggung jawab kita menghadapinya bagaimanapun caranya, yakan ?

SAYA : Ah Tidak :p

TEMAN A : hahah Kenapa memangnya ?

SAYA : Tadikan saya sudah bilang, saya tidak tahu bagaimana dengan kalian, yang pasti kalau misalnya saya sudah sukses, punya perusahaan sendiri insyaAllah, dengan semua modal itu saya akan membangun bangsa ini lewat semua modal tadi, mungkin bisa mendirikan perusahaan transportasi, seperti bus Trans Buton, atau proyek jalan tol dan bekerja sama dengan pemerintah daerah. Tapi kalau misalnya orang-orang disana itu antipati dengan semua yang saya lakukan, ya sudah, saya biarkan, setidaknya, saya pernah menawarkan sesuatu yang baik pada daerah itu, dan tugas saya sebagai pewaris peradaban sudah saya laksanakan.

TEMAN B: Lah tidak bisa begitu to ya haha habis itu mau bagaimana ? besarin anak ? kuliahkan anak ? terus tua dan jadi kakek ?

SAYA : Hahaha ya jelas tidak. Kalau misalnya bangsa ini masih menjunjung tunggu budaya KKN dan ketidakteraturannya itu, hobinya yang suka membuang-buang bakat anak bangsanya sendiri, saya tidak akan memaksa, setidaknya saya pernah menawarkan sesuatu yang baik kepada bangsa ini. Kalau misalnya sudah seperti itu jadinya, saya ingin pindah keluar negeri, membawa anak dan istriku ke sana, mungkin ke Denmark, Eslandia, atau Norwegia, negara-negara yang kehidupannya teratur, saya suka keteraturan. Dan disana saya akan membangun bangsa lewat jalan saya sendiri, bisa lewat tulisan, pendidikan, atau media apa saja.

TEMAN B : Hahahah kenapa tidak ke Jepang sekalian ? disana kan kehidupan masyarakatnya sangat teratur .

SAYA : Jepang rawan bencana hahah

TEMAN A : Ya memang benar kita punya jalan dan prinsip yang berbeda-beda dalam membangun bangsa ini. Heheh

____________________


Adzan Isa pun berkumandang setelah itu.
You know what, hidup itu bukan hanya sekedar Lahir, TK, SD, SMP, SMA, Kuliah, Kerja, Menikah, besarkan anak, sekolahkan anak, menua, lalu meninggal. Life is always more and more than it!
Setiap dari kamu, saya, dan mereka adalah pewaris peradaban . Camkan itu, pewaris peradaban !

0 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Posting Komentar